4.0 ini merupakan kebijakan Pemerintahan Jokowi. Ada lima sektor utama yang diprioritaskan yaitu makanan dan minuman, tekstil dan pakaian,otomotif, kimia dan elektronik. Program 4.0 ini mencakup kecerdasan buatan, Internet of Things (IoT), wearables, robotika canggih dan 3D printing.

 

Adanya potensi penggantian jasa hukum melalui kecerdasan buatan (artificial intellegences) menjadi isu populer yang menjadi tantangan bagi Advokat di Indonesia.  Pada prinsipnya Advokat melakukan  pemberian jasa hukum kepada klien  sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat (UU Advokat)  tidak terlepas dari mitra kerja dari aparat penegak hukum yaitu Kepolisan, Kejaksaan Dan Mahkamah Agung / Pengadilan.

 

Dalam perkembangan saat ini, sudah harus siap dengan adanya E-Court dalam penanganan perkara. E- Court dalam Buku Panduan (2019) yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung adalah sebuah intrumen Pengadilan sebagai bentuk pelayanan terhadap masyarakat dalam hal Pendaftaran Perkara secara online, Taksiran Panjar Biaya secara elektronik, Pembayaran Panjar Biaya secara online, Pemanggilan secara online dan Persidangan secara online mengirim dokumen persidangan (Replik, Duplik, Kesimpulan, Jawaban). Kemudian ruang lingkup dari E-Court adalah Pendaftaran Perkara Online (E-Filling); Pembayaran Panjar Biaya Online (e-payment); Pemanggilan Elektronik (E-Summons); dan Persidangan Elektronik (E-Litigation).

 

Mekanisme secara E-Court ini mendapatkan apresiasi dari Advokat di Indonesia. Hal ini dikarenakan semua pengadilan akan menerapkan E-Court yang merupakan implementasi dari Perma Nomor 1 Tahun 2019 sebagai wujud azas peradilan yang sederhana, cepat dan ringan.

 

 

Kesiapan Mahkamah Agung Dalam E-Court

Tentunya jika Advokat siap dalam E-Court bagaimana dengan Mahkamah Agung yang menginisiasi pelaksanaan E-Court ini sendiri. Dalam Berita di Website Mahkamah Agung (23/5/2019) bahwa Pemerintah memberikan tambahan anggaran kepada Mahkamah Agung sebesar 413 Milyar rupiah untuk dua prioritas peruntukan yaitu memperkuat kesiapan implementasi e-court di pengadilan tingkat pertama dan banding serta penyediaan bantuan sewa rumah hakim dan renovasi rumah dinas hakim. Untuk memperkuat kesiapan implementasi e-court Mahkamah Agung mengalokasikan 70 persen dari total tambahan anggaran tersebut atau sekitar 293 milyar rupiah. Sedangkan untuk bantuan sewa rumah  diperuntukan untuk hakm yang tidak memiliki rumah di wilayah kerjanya.

 

Hal tersebut menunjukan bahwa Pemerintah mendukung sepenuhnya pelaksanaan E-Court. Kemudian, timbul pertanyaan bagaimana dengan kesiapan mitra kerja lainnya (Kepolisian dan Kejaksaan) yang terkait langsung profesi Advokat dalam pemberian jasa hukum?

 

Sistem Pengelolaan Informasi Terpadu dan E-Advokasi dari Kepolisian Republik Indonesia

Baru-baru ini dari Kepolisian Republik Indonesia meluncurkan Sistem Pengelolaan Informasi Terpadu (6/8/2019). Menurut Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri Irjen Mohammad Iqbal, sistem ini dipergunakan agar segala bentuk informasi dan data terafiliasi dari sistem. Sistem ini menunjukan keseriusan Kepolisian Republik Indonesia dalam era 4.0 termasuk melaksanakan amanat  Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik  untuk membangun sistem pelayanan informasi publik yang berkualitas dan terpadu.

 

Selain SPIT, dari Kepolisian Republik Indonesia telah meluncurkan aplikasi E-Advokasi untuk mempermudah masyarakat dalam konsultasi hukum. Terdapat 6 fitur dalam aplikasi ini. Tiga fitur bersifat interaktif tentang pelayanan hukum Polri dan juga konsultasi hukum serta diskusi publik. Untuk fitur pelayanan hukum, dalam aplikasi ini ditujukan untuk anggota Polri yang membutuhkan pendampingan hukum. Sedangkan fitur konsultasi hukum ditujukan untuk masyarakat yang ingin berkonsultasi dan menyampaikan permasalahan hukumnya. Dalam aplikasi ini juga terdapat fitur live diskusi yang membahas masalah hukum dengan narasumber-narasumber dalam bidangnya. (Detik.com, 3/9/2019).

Namun belum ditegaskan apakah SPIT dan E-Advokasi dapat dipergunakan oleh Advokat dalam penanganan perkara klien sehingga pelaporan dugaan tindak pidana tidak lagi datang ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT).

 

Aplikasi e-Lapdu dari Kejaksaan Republik Indonesia

Dari Kejaksaan Republik Indonesia tengah mempersiapkan e-Lapdu (Laporan Pengaduan). Dalam website Kejaksaan Agung Republik Indonesia (15/8/2019) diterangkan bahwa Pembangunan Aplikasi e-Lapdu di Bidang Pengawasan diharapkan menjadi tonggak awal penerapan e-office dalam seluruh pelaksanaan tugas Bidang Pengawasan.  Sehingga tugas-tugas Bidang Pengawasan tidak terbatas pada penyelesaian laporan pengaduan masyarakat, namun juga meliputi pengawasan fungsional, dan peran sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). 

 

Sehingga menarik untuk diketahui juga nantinya apakah Advokat dalam penanganan perkara dapat melakukan pengaduan kepada Kejaksaan Republik Indonesia melalui e-lapdu ini? Termasuk surat menyurat apakah juga turut dapat dijangkau dalam Aplikasi e-lapdu?

 

Beberapa perkembangan diatas dari mitra kerja Advokat menunjukan bahwa 4.0 akan diterapkan secara komprehensif dalam penanganan perkara. Melihat dengan fenomena penerapan 4.0 yang tidak bersamaan maka tidak dipungkiri bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia belum siap hadapi 4.0.

 

Hal ini disampaikan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro dalam Seminar Nasional di Lembaga Ketahanan Nasional (Koran Sindo, 15/8/2019) bahwa SDM yang dimiliki oleh Indonesia masih rendah dengan indikator tingkat kualitas SDM dari Badan Pusat Statistik (BPS)dengan proporsi penduduk yang umur 15 tahun keatas yang memiliki ijazah : 8,8 %, SMA : 26,4 %, SMP : 21,2  %, SD : 43,7 %. Data BPS menujukan bahwa paling banyak SDM di Indonesia adalah lulusan tingkat SD.

 

Berdasakan hal diatas, selain belum fix aplikasi secara online dari Kepolisian dan Kejaksaan untuk Profesi Advokat dalam penanganan perkara, maka yang dapat  menjadi tantangan lain bahwa Advokat harus dapat melakukan edukasi tersendiri kepada klien yang belum cukup memahami dengan e-court ataupun aplikasi lainnya jika dikaitkan dengan rendahnya kualitas SDM di Indonesia yang berdasarkan data dari BPS diatas belum siap hadapi 4.0. Di satu sisi hal ini menunjukan bahwa Profesi Advokat tetap akan hidup baik sekarang maupun di kemudian hari (4.0 dan atau nantinya 5.0)

 

Rekomendasi

Mengingat Profesi Advokat masih akan tetap eksis dalam era 4.0 maka beberapa rekomendasi yang dapat disampaikan  antara lain: Pertama, Advokat tetap perlu menjaga kualitas keilmuan dengan cepat beradaptasi terkait dengan penanganan perkara yang semulanya konvensional menjadi electronic .

 

Kedua, selalu memberikan masukan dan saran terkait dengan perkembangan 4.0 dalam bidang ilmu hukum, misalkan terkait dengan hubungan industrial dalam 4.0 yang belum diatur oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan,  perlindungan data pribadi yang ideal dalam era 4.0 dalam yang belum diatur dalam Undang-Undang ITE.

 

 Ketiga, pemantapan internal organisasi dalam memperbaharui sistem pendataan secara elektronik. Hal ini dapat memudahkan Advokat dalam registrasi ulang secara elektronik atau online sehingga dapat mengirimkan data kapanpun dan dimanapun tanpa perlu datang atau diwakilkan ke Sekretariat Organisasi Advokat (OA).

 

Keempat, sudah saatnya OA mengadakan aplikasi chat internal  sehingga antar Advokat cepat saling mengenal dan memudahkan komunikasi satu sama lain. Apabila ada terobosan ini maka  mempersingkat waktu dalam berkomunikasi tanpa perlu mencari berapa nomor kontak dari rekan Advokat yang ingin dikontak dalam satu OA.

 

Kelima, OA  selalu melakukan inisiasi untuk mengadakan seminar-seminar dengan topik terkait 4.0 yang sedang  menjadi pembicaraan publik baik seminar lokal maupun internasional.

 

Oleh Johan Imanuel

Advokat di Jakarta

 

SEKRETARIAT DPN PERADI

PERADI TOWER
Jl. Jend. Achmad Yani No.116, Jakarta Timur 13120

T: +62 21 3883 6000, E: info@peradi.or.id

Copyright © Perhimpunan Advokat Indonesia 2015